DAKWAH KEPADA DIRI SENDIRI: MEMULAI PERUBAHAN DARI DALAM


            Sebelum mengajak orang lain ke jalan kebaikan sebaiknya diawali dari diri sendiri. Islam mengajarkan bahwa sebelum menuntut orang lain melakukan kebaikan, kita harus terlebih dahulu melakukannya. Agama yang diemban oleh Nabi Muhammad SAW tidak memperbolehkan siapa pun untuk menyeru orang lain menjalankan ajaran Islam jika dirinya sendiri belum melaksanakannya.

            Mengajak orang lain untuk berperilaku baik dalam Islam harus dimulai dari diri kita sendiri, dilanjutkan kepada keluarga, kemudian orang-orang terdekat, dan setelah itu baru kepada masyarakat luas. Sebagai contoh, jika kita ingin mengajak orang lain untuk berakhlak baik, kita seharusnya mulai dari diri sendiri terlebih dahulu.

            Demikian pula, ketika melarang orang lain dari perbuatan yang dianggap buruk atau dosa, kita juga harus memastikan bahwa kita sendiri telah menjauhi perbuatan tersebut. Ajaran Islam menganggap bahwa seseorang tidak seharusnya melarang orang lain melakukan dosa jika ia sendiri masih melakukan tindakan yang dilarang oleh agama.

            Islam juga mengajarkan bahwa sumber perbuatan buruk biasanya berasal dari dalam diri sendiri. Manusia memiliki beberapa sifat dasar, seperti ketidakpatuhan terhadap Tuhannya, kecenderungan berlebihan, jarang bersyukur, selalu merasa kekurangan, mudah mengeluh, menjadi bakhil saat mendapat rezeki, dan berbagai sifat buruk lainnya. Sifat-sifat dasar ini dimiliki oleh semua manusia, kecuali para Nabi dan Rasul-Nya. Mengingat realitas sifat dasar manusia yang sedikit diuraikan tersebut, maka memperbaiki atau meningkatkan kualitas diri sendiri lebih penting dibandingkan usaha untuk memperbaiki orang lain. Bahkan, tanggung jawab untuk memperbaiki orang lain bukanlah kewenangan pribadi. Jika itu dilakukan, maka hanya sebatas mengingatkan, saling menasihati, atau berdiskusi.

            Allah Ta’ala berfirman dalam (Surat Al Baqarah (2), ayat 44:

 أَتَأْمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ ٱلْكِتَـٰبَ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?” (QS. Al Baqarah: 44).

            Makna Mufradat: Istilah “al-birr” merujuk pada segala bentuk kebaikan, baik dalam kehidupan duniawi maupun ukhrawi, serta dalam hubungan antar manusia. Para ulama menjelaskan bahwa “al-birr” terdiri dari tiga aspek: kebaikan dalam beribadah kepada Allah SWT; kebaikan dalam merawat keluarga; dan kebaikan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kata “anfusakum” adalah bentuk plural dari “nafs” yang memiliki berbagai makna, termasuk keseluruhan diri manusia, sisi batin, atau jiwanya. Dalam konteks ini, yang dimaksud adalah diri sendiri.

            Tafsir Quran Surat Al-Baqarah (2), ayat 44: “alangkah buruk kondisi kalian dan kondisi ulama kalian ketika kalian memerintahkan manusia untuk berbuat kebaikan-kebaikan, sedangkan kalian meninggalkan diri kalian sendiri. Maka kalian tidak memerintahkan diri kalian untuk berbuat kebaikan yang agung ini, yaitu memeluk Islam padahal Kalian membaca taurat yang didalamnya terdapat penjelasan tentang sifat-sifat Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam dan kewajiban beriman kepadanya. Tidakkah kalian mempergunakan akal kalian dengan benar?.

            Tafsir Al-Wajiz/Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, Al-Baqarah (2), ayat 44: Kemudian Allah mengarahkan firman-Nya kepada bani israil dengan perendahan; Allah berkata sebagai mereka: Apakah manusia diperintahkan dengan mengiman Allah dan rasul-Nya serta menegakkan sholat dan selainnya dari amalan-amalan yang baik, sedangkan kalian tidak diperintahkan untuk berbuat demikian; Padahal kalian telah membaca taurat yang didalamnya terdapat hujjah dan bukti-bukti yang jelas dan terang, apakah kalian tidak menggunakan akal-akal kalian dengan benar yang mana kalian diseru menuju kepada keutamaan-keutamaan dan menjauhkan kalian dari kehinaan-kehinaan.

            Tafsir Inspirasi Dr. H. Zainal Arifin, Lc., MA, Al-Baqarah (2) 44: Al-qur‟an yang rasional ini dikemukakan karena seorang mukmin telah merasakannya. Mukmin yang aktif berdakwah adalah orang yang mengajak orang lain untuk merasakan manisnya iman dan sangat bahagia menerapkan konsekuensi dari keyakinan tersebut.

            Dengan demikian, Surat Al-Baqarah Ayat 44 mengingatkan umat Islam bahwa memiliki ilmu saja tidak memadai, melainkan harus mengamalkan apa yang telah dipelajari.

والله أعلمُ بالـصـواب

 

 https://mariidakwah.blogspot.com

Comments

Popular posts from this blog

MENGHIDUPKAN SUNNAH NABI MUHAMMAD SAW DI ERA MODERN

HIJAB SEBAGAI IDENTITAS DAN DAKWAH: PESAN ISLAM MELALUI DAKWAH BUSANA MUSLIMAH

BERKATA DENGAN BAIK DALAM MENASEHATI TEMAN