BERKATA DENGAN BAIK DALAM MENASEHATI TEMAN

 

            Terkadang kata-kata sering menjadi pemicu masalah. Pertikaian dan perkelahian kerap kali terjadi di sekitar kita. Apa yang menjadi penyebabnya? Hampir semua persoalan berpangkal dari ucapan. Dari kesalahpahaman hingga sindiran yang menyulut emosi, semua ini dapat menimbulkan konflik.

            Dalam al-Qur’an surah al-‘Asr, Allah menjelaskan karakteristik orang yang beriman, yaitu mereka yang saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran. Artinya, setiap orang Islam yang beriman seharusnya berusaha sekuat tenaga untuk saling mendorong melakukan kebaikan, mengajak kepada hal-hal yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. dan, menghindarkan diri dari tindakan yang tidak disukai oleh Allah SWT.

          Sebelumnya, dalam memberikan nasehat kepada teman ataupun orang lain perlulah menggunakan adab. Berikut adalah adab-adab dalam memberikan nasehat kepada teman (Majid, 2015):

1.   Mengnasihati teman harus dilakukan dengan niat ikhlas, yaitu semata-mata untuk mendatangkan ridho Allah, bukan untuk melepaskan tanggung jawab, mencari perhatian, atau mempertontonkan diri, serta bukan untuk menghina atau menyakiti perasaan yang dinasehati.

2.     Seharusnya orang yang memberikan nasihat terlebih dahulu mengamalkan nasihat itu pada dirinya sendiri sebelum menasihati orang lain, agar tidak tergolong dalam kelompok yang memerintahkan hal baik tanpa melakukannya, sebagaimana yang diingatkan dalam firman Allah SWT:

ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَـٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ

"Ajaklah manusia kejalan Tuhan-Mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik ". (Q.S An-Nahl:125)

3. Teman yang dinasehati hendaknya dalam keadaan menyendiri, sebab keadaan tersebut lebih kondusif untuk lebih diterima nasehat, maka barang siapa yang menasehati saudaranya dalam keadaan terbuka maka sesungguhnya ia telah memperburuk citranya dan barang siapa yang mensehatinya dalam keadaan menyendiri maka ia telah memperbaikinya.

4.   Orang yang menasehati harus mengetahui tentang apa yang akan dinasehatkan, dan mempertegas berita yang sampai kepadanya (tentang teman yang dinasehati) sehingga dia mengingkari dan memerintahkan sesuatu berdasarkan ilmu dan ini lebih kondusif bagi diterimanya nasehat.

5.    Pemberi nasihat perlu memperhatikan situasi teman yang akan dinasehati; nasihat sebaiknya tidak diberikan ketika teman tersebut sedang sibuk dengan urusannya sendiri, atau saat ia berada di tengah kerumunan kawan atau keluarganya. Selain itu, penting juga untuk mempertimbangkan perasaannya, posisi, pekerjaan, dan masalah yang dihadapinya saat ini.

6.    Seharusnya orang yang memberikan nasihat terlebih dahulu mengamalkan nasihat itu pada dirinya sendiri sebelum menasihati orang lain, agar tidak tergolong dalam kelompok yang memerintahkan hal baik tanpa melakukannya, sebagaimana yang diingatkan dalam firman Allah melalui lisannya Nabi Syuaib Alaihisalam:

مَآأُرِيدُأُنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَىٰ مَآ أَنْهَىٰكُمْ عَنْهُ

"Aku tidak berkehendak menyalahi kamu dengan mengerjakan apa yang aku larang " 

(Q.S Hud:88)

7.  Seseorang yang menawarkan saran sebaiknya mampu bersikap tenang menghadapi risiko yang mungkin muncul, sebagaimana yang diajarkan Lukmanul Hakim kepada anaknya:

يَـٰبُنَىَّ أَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ وَأْمُرْ بِٱلْمَعْرُوفِ وَٱنْهَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَٱصْبِرْ عَلَىٰ مَآ اَّصَابَكَ

"Wahai anakku dirikanlah shalat dan perintahlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang munkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu" (Q.S Al-Lukman: 17)

            Salah satu pelajaran penting yang bisa kita ambil dari saling menasihati adalah bahwa setiap individu menginginkan keselamatan dalam hidup. Keselamatan dari kerusakan yang bisa mengancam keselamatan diri, baik secara fisik maupun mental. Kita memerlukan orang lain untuk memberi tahu kita tentang hal-hal yang mungkin belum kita ketahui. Informasi tersebut kemudian menjadi nasihat, saran, atau kritik. Nasihat sangat berharga dalam hidup agar kita menyadari kelemahan kita dan segera mengambil langkah untuk memperbaikinya.

            Namun, sayangnya, masih banyak di antara kita yang belum siap untuk menerima kritik atau saran dari orang lain. Apalagi jika orang yang memberikan nasihat itu kita anggap berada di bawah kita, sehingga langkah pertama yang perlu kita ambil untuk menerapkan ajaran di atas adalah berusaha menerima kritik atau saran dari siapapun tentang diri kita tanpa mempertimbangkan siapa yang memberikan nasihat tersebut.

            Kita seharusnya merasa senang ketika ada orang yang memberi saran. Seperti saat kita melihat diri kita di cermin, kita ingin tampil rapi. Jika ada yang tidak beres, kita akan langsung memperbaikinya. Kita tidak merasa marah pada cermin yang menunjukkan gambaran diri kita yang tidak rapi. Sebaliknya, kita akan berusaha merapikannya kembali. Demikianlah sikap orang yang terbuka terhadap kritik dari orang lain. Mereka akan berterima kasih, bukan marah atau kesal. Tindakan selanjutnya adalah segera memperbaiki kekurangan yang telah diungkapkan, sama seperti ketika mereka merapikan diri di depan cermin.

            Jika setiap orang bisa bersikap demikian, yaitu dengan menerima kritik dan segera melakukan perbaikan, pasti setiap tingkah laku dan akhlak kita dapat terjaga. Ketika ada yang salah dengan sikap kita, orang lain akan cepat memberi tahu. Semoga suatu saat kita bisa hidup dalam lingkungan yang seperti ini. Inilah esensi dari hidup yang saling menasihati, Insya Allah.

والله أعلمُ بالـصـواب


 https://mariidakwah.blogspot.com


Comments

Popular posts from this blog

MENGHIDUPKAN SUNNAH NABI MUHAMMAD SAW DI ERA MODERN

HIJAB SEBAGAI IDENTITAS DAN DAKWAH: PESAN ISLAM MELALUI DAKWAH BUSANA MUSLIMAH